Sabtu, 30 Oktober 2010

PENGEMBANGAN KONSEP EKONOMI KERAKYATAN DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI

PENGEMBANGAN KONSEP EKONOMI KERAKYATAN DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI

I. Pendahuluan
Pembangunan ekonomi Indonesia selama pemerintahan Orde Baru dalam beberapa hal telah menunjukkan keberhasilan. Namun di pihak lain telah terjadi kekeliruan dalam kebijkan dan pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan. Kekeliruan yang sangat mendasar itu telah mengakibatkan Indonesia terpuruk kedalam krisis ekonomi yang berkepanjangan, sehingga membutuhkan waktu dan tenaga untuk yang besar untuk kembali untuk kepada keadaan normal.
Kebijakan yang lebih terfokus kepda pencapaian target pertumbuhan (economic growth) telah mengakibatkan pemerintah lebih menguamakan perkembangan perusahaan besar dengan tujuan untuk mengahsilkan devisa. Kebijakan tersebut dilaksanakn dengan asumsi bahwa pertumbuhan nantinya dengan sendirinya akan melahirkankan pemerataan kesejahteraan bagi rakyat sesuai dengan teori “tricle down effect” .
Keadaan seperti dikemukakan di atas bagi perusahaan telah menimbulkan karakter untuk berkembang dengan cepat tanpa melalui suatu proses alamiah, melainkan dengan memaanfaatkan berbagai fasilitas pemerintah serta perilaku bisnis yang tidak sehat. Upaya lain yang dilakan oleh perusahaan adalah dengan mencari modal asing melalui pinjaman komersial yang bereriko tinggi dalam bentuk commercial paper. Pinjaman tersebut juga dilakukan dengan sistem nilai tukar mengambang atau tanpa melakukan hedging.
Akibatnya, dengan terjadinuya krisis ekonomi dan melemahnya nilai tukar rupiah, pengusaha yang bersangkutan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban terhadap kreditor luar neger. Pada saat yang sama perusahaan tersebut mengalami likuiditas karena rendahnya daya beli masyarakat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan restrukturisasi modal. Pilihan yang dianggap paling menguntungkan kedua belah pihak adalah dengan melaukan perubahan utang menjadi penyertaan modal (debt –equity swap). Konsekwensinya adalah banyak perusahaan Indonesia yang berubah kepemilikan menjadi milik asing.
Upaya untuk memacu pertumbuhan yang bertumpu pada pengusaha besar telah mengakibatkan pengusaha menengah dankecil menjadi terabaikan, padahal secara kuantitas perusahaan-perusahaan tersebut jauh melebihi perusahaan besardan mencakup lebih banyak rakyat. Di samping itu secra empiris terbukti bahwa perusahaan menengah dan kecil lebih tanggung dan dapat survive dalam menghadapi badai krisis yang melanda.
Pilihan untuk melaksanakan pembangunan ekonomi yang berorientasi kepada pertumbuhan tentu saja dilandasi oleh sistem dan strategi pembangunan ekonomi pemerintahan Orde baru. Sejak awal pemerintahan Orde Baru memang terlihat kecendrungan untuk mengikuti sistem liberal yang bertumpu pada teori Tricle down effect. Pandangan ini berpendirian bahwa melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi nantinya akan terladi limpahan kemakmuran kepad seluruh masyarakat, sehingga kebijakan diarahkan kepada peningkatan pendapatan (income per capita).
Namun secara empiris yang terjadi bukanlah seperti yang digambarkan oleh teori tersebut, melainkan semakin tingginya jurang aperbedaan anatar kelompok masyarakat yang kaya dengan yang miskin. Pada hal kelompok yang kaya hanya meliputi sebagian kecil dari rakyat, tapi mereka menguasai sebagian besar factor produksi. Sebaliknya kelompok yang miskin merupakan mayoritas masyarkat, namun hanya menguasai sebagain kecil factor produksi.
Ternyata pilihan terhadap tricle down effect tidak diikuti oleh beberapa asumsi yang menjadi dasar berlakunya teori ini, seperti informasi yang lebih merata, tingkat pendidikan yang cukup tinggi, serta bekerjanya mekanisme hukum. Akibat yang timbul adalah tidak terjadinya luapan kemakmuran seperti yang diperkirakan. Sebaliknya melahan melahirkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang semakin lebar.
Ambruknya pemerintahan Orde baru telah melahirkan pemikiran untuk mengkaji ulang kebijakan dan strategi pembangunan yang telah dilaksanakan. Salah satu topik yang menjadi perbincangan yang cukup hangat sampai saat ini adalah dimunculkannya kembali issu ekonomi kerakyatan. Pemerintahan sebagai pengganti Pemerintahan Soeharto kelihatannya secara lebih konkrit mencoba melontarkan kembali sistem ekonomi ini melalui berbagai kebijakannya, walaupun sebenarnya yang dilaksanakan pada dasarnya lebih bersifat memanjakan bukan memberdayakan. Walaupun demikian lontaran ersebut melahirkan berbagai tanggapan baik yang pro maupun yang kontra. Pihak yang mendukung berpendirian bahwa pilihan ini lebih sesuai dengan kondisi dan sistem kerakyatn Indonesia. Sebaliknya pihak yang kontra kuatir bahwa pelaksanaany sistem ini akan mematikan perusahaan besar sehingga pertumbuhan ekonomi sulit dicapai serta dianggap tidak sejalan dengan prinsip pasarbebas.
Palam pemerintahan selanjutnya yang merupakan hasil proses yang lebih demokratis pilihan kebijakan ekonomi tidak jelas. Bahkan dalam banyak hal untuk memenuhi tuntutan Dana Moneer Internasioan (IMF), kebijakan ekonomi kembali mengarah kepada liberalisme. Hal itu ditandai dengan lahirnya berbagai peraturan perundang-undangan yang sebagai salah satu persyaratan (conditionality) mengucurnya dana IMF untuk membantu pemulihan kepercayaan pasar. Di samping itu untuk memenuhi kebutuhan anggran pemerintah telah melakukan privatisasi besar-besaran sehingga mengakibatkan peran pemerintah dalam ekonomi semakin berkurang, sebaliknya sector swasta semakin dominant.
Walaupun secara teoritis sestem ekonomi kerakyatan masih dianggap sebagai sistem ekonomi Indonesia dan sebagai salah satu pilihan untuk keluar dari krisis ekonomi, namun dalam kenyataannnya sistem itu belum dilaksanakan secara maksimal. Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut hal-hal ang berkaitan dengan model dan implementasinya secara konkrit dan harus juga dicermati berbagai implikasi yang dapat timbul dari pilihan serta penerapannya.
Pilihan dan pelaksanana sistem ekonomi kerakyatan membutuhkan kajian tentang bagaimana konsekwensi yang timbul bla dihubungkan dengan sistem ekonomi pasar yang menjadi salah satu cirri globalisais, ataupun konsekwensi yang tibul dari munculnya ekonomi regional dan internasional. Juga harus dicermati apa tantangan yang dihadapi oleh sistem tersebut di tengah –tengah liberalisme ekonomi serta apa strategi-strategi yang harus dilakukan dalam menghadapi tantngan tersbut.
Tulisan ini mencoba meninjai berbagai implikasi yang dapat timbul dari pilihan ekonomi kerakayatan sebagai model dari sistem ekonomi pancasila.
II. Sistem Ekonomi dan Ekonomi Kerakyatan
Sistem mencakup beberapa pengertian. Pengertian pokok suatub sitem menunjukkan suatu entitas, suatu wujud, suatu benda abstrak atau konkrit dan sebagai suatu metode.
Sebuah sistem mempunyai unsur-unsur yang dapat berbentuk sekelompok orang, alat-alat, menis-mesin dan sebagainya. Suatu sistem pada dasarnya mempunyai cirri:
1. Mempunyai batas-batas (boundries) yang memisahkan dengan lingkungannya.
2. Terdiri dari sub-sistem yang disebut bagian atau unsur.
3. Mempunyai suatu keterkaitan antara masing-msing sub sistem.
4. Terdapatnya mekanisme kontrol yaitu dengan memanfaatkan sistem umpan balik (feed back).
5. dengan mekanisme kontrol yng dimilikinya, sistem dapat mengatur dirinya sendir.
Dengan demikian dalam suatu sistem terdapat satu kesatuan gerak dan upaya untuk mencapai tujuan. Bagian dari sistem mempunyai keterkaitan dan atau kesatuan yang salaing berkaitan namun masing-masingnya mempunyai kerangka dan ruang gerak sendiri untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Suatu sistem ekonomi tentu tidak terlepas dari pengertia sistem secara umumseperti yng dikemukakan di atas. Sistem perekonomian pada dasarnya mengatur pertukaran brang dan jasa yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian pada dasarnya sistme perekonomian mengautr dan menggerakkan setiap sistem perekonomian untuk menapai tujuan-tujuannya.
Secara umum dikenal beberapa sistem ekonomi yakni:
a.Sistem ekonomi pasar (kapitalis)
b. Sistem ekonomi perencanaan (sosialis)
c. Sistem ekonomi campuran
Suatu sistem perekonomia pasar pada dasarnya dilandasi oleh pemikiran bahwa paham liberalisme yang berkeyakinana bahwa setiap orang mempunyai kebebasan dalam hidupnya. Sistem ini mempunyai sifat-sifat:
a. Kegiatan perekonomian digerakanoleh suatu invisible hand . Keadaan ini baru bisa berjalan bila dilandasi oleh asumsi bahwa manusia adalah rasional dan daya penyebar informasi sempurna dan tanpa adanya hambata.
b. Harga di pasar ditentukan sepenuhnya oleh hukum permintaan danpenawaran.
c. Pemerintah dalam perekonomian mempunyai tugas yang terbatas yakni hanya dalam bidang perlindungan warga negara, penjagaan keamanan, sertapenyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh masyakatar.
Sistem perekonomian perencanaan dilandasi oleh cita-cita untuk menghapus kelas-kelas dalam masyarakt. Pandangan ini berpendirian bahwa kelas pemilik modal atau kapitalis akan memanfaatkan segala factor ekonoi yang dimilikinya untuk mempertahankan kelasnya dan mengeksploitasi kelas lainnya untuk kepentingan sendiri. Untuk itu pemerintah harus campur tangan dalam segala kegiatan perekonomian agar keadilan den pemerataan dapat dicapai.
Campurtangan pemerintah dalam ekonomi perencanaan sangat besar sehingga warga negara hanya dianggap sebagai salah satu dari faktor produksi. Dengan demikian, individu pada dasarnya tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi melainkan atas dasar untuk kepentingan negara. Walaupun dalam perkembangannya sistem ini telah mulai membuka diri dengan keteribatan indiidu dalam ektivitas perekonomian, namun etap saja peran negara sangat dominant.
Sistem ekonomi campuran pada dasarnya bertujuan untuk mengambil dan menggabungkan segi-segi positif dari sistem ekonmi pasar dan perencanaan. Dalam sis tem ini keterlibatan pemerintah yang terlalu besar dibatasi dengan memberikan raung grak yang lebih luas kepada individu untuk terlibat dalam kegitan perekonomian. Keduanya diupayakan berjalan seimbang dan saling melengkapi.
Setiap negara pada dasarnya akan menjalankan sistem perekonomian yang mengacu kepada salahsatu sistm seperti yang dikemukakan di atas. Walaupun dmikian tida ada satu negarapun yang benar-benar mengikuti suatu sistem secara total. Dalam prakteknya selalu erjadi modeifikasi dan penyelasaran sesuai dengan kondisi masing-masing negara. Negara Amerika Serikat misalnya yang mendasarkan kepada sistem ekonoi liberal masih mengenal campur tangan pemerintah terutama dalam bidang yang trkait dengan kesejahteraan umum. Hal inisejalan dengan berkembangnya paham welfare state (negara kesejahteraan) yang menghendaki agar negara dalam batas-batas tertentu terlibat dalam aktivitas perekonomia yang brtujuan untk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sistem perekonomian Indinesia yang dalam pasal 33 UU dasar 1945 dianggap lebih dekat dengan sisteme ekonomi campuran dan disebut juga dengan demokrasi ekonomi. Bung Hatta mengemukakan bahwa demokrasi ekonmi Indonesia didasari ats tiga pprinsip yakni: Etika Sosial yang tertuang dalam nilai-nilai Pancasial, rasionalitas ekonomi yang diwujudkan dalam perencanaan ekonomi ekonomiserta organisasi ekonomi berdasarkan asas kebersamaan, keswadayan dan autoact.
Suatu sistem membutuhkan aplikasi dan aplikasi membutuhkan suatu strategi. Strategi dalam pembangunan perekonmian merupakan suatu pilihan atas faktor-faktor dan variable yang akan dijadikan faktor utama danmenjadi faktor penentu dalam proses pertumbuhan atau pembangunan.
Terdapat beberapa startegi dalam pembangunan perekonomian. Yang pertama aalah strategi strategi pertumbuhan yang berasal dari teori klasik. Strategi ini berpegang kepada asumsi tricle down effect. Yang kedua adakah strategi pembanguna dengan pemerataan (growth with wquity). Sedangkan yang ketiga adalah strategi pembangunan bergantung (teori dependensi).
Strategi pwmbangunan Indonesia selama pemerintahan Orde Baru seperti dikemukakan di atas, lebih bertumpu pada strategi pertumbuhan. Hal ini bisa dibuktikan dari kebijakan “trilogy pembangunan” Pilihan atas strategi tersebutmembuat pemerintahan Indonesia berupaya untuk memanfaatkan segala potensi ekonomi untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Standar yang digunakan adalah tingkat pertumbuhan danpendapatana perkapita.
Untuk menopang strategi tersebut pemerintahsangat membutuhkan bantuan asing dengan memebrikan kesempatan dan fasilitas kepada perusaan besar dengan pertimbangan perusahaan besar lebih efisien. Akibantnya adalah kegiatan perekonomian sangat dikusai oleh beberapa perusahan besar baik dalam bentuk monopoli atau oligopoly. Pada hal cita-cita pembanguan semain diniali dengan dengan ukuran seerti pendapatan nasional, pendapat rata-rata penduduk , pada hal keadilan sulit dikuantifikasi dengan satu ukuran saja.
Pemilihan strategi tersebut diharapkan dengan sendirinya akanmelahirkan pemerataan pembangunan dan keadilan. Namun smeua yang diharapan tidak kunjung terealisasi. Sebagian fasilitas seperti kredit perbankan diberikan kepada perusaan besar (konglomerat). Sebaliknya pengusan menengah dan kecil sangat kesulitan untuk mendapatkan kredit sejenis.
Pada akhir pemerinthan Orde Baru kelihatannya mulai timbul kesadaran akan kekeliruan kebijakan ekonomi rezin berkuasa tersbut. Hal itu kelihatan dengan dimulai disinggungnya kembali tema ekonomi kerakyatan ddalam agenda kebijakan ekonomi pemerintah. H al itu terungkap dari mulai disinggungnya kebijaksanaan yang diambil oleh rezin berkuasa, namun pada saat yang bersamaan pemerintah tidak berdaya untuk menghadapai kekuatan ekonomi yang sarat dengan Korupsi Kolusi dan Nepotisme yang ditandai dengan pemberia fasilitas dan monopoli kepada sebagian kekuatan ekonomi yang ada.
Dalam berbagi pemerintahan setelah Soeharto sudah mengaktualkan beberapa program ekonomi kerakyatan dalam berbagi bentuk kegiatan. Tetapi agenda ekonomi kerakyatan yang dilaksanakan bukan berupakan suatu pelaksanaan dari grand design, melainkan hanya sebagai basa basi politik baik untuk melaksanakan bargaining politik ataupun sekedar mempertahankan image politik penguasa. Ekonomi kerakyatan hanya bersifat program, parsial dan setengah hati, bukan merupakan suatu kebijakan yang menyeluruh, sistemik dan total. Dalam masa pemerintahan Habibi misalnya dikucurkan dana sebesar Rp.12 trilyun untuk pengembangan ekonomi kerakyatan, namun tanpa program yang jelas sehingga gagal total, karena banyak ditujukan untuk kepentingan politik.

Walaupun sebagain besar pandangan mengatakan bahwa konsep ekonomi kerakyatan lebih sesuai dengan sikap hidup rakyat Indonesia, namun masih terdapat keragaman dalam pengertian dan aplikasinya. Gunawan Sumodiningrat menyatakan bahwa ekonomi kerakyatan pada dasarnya adalah perekonomian yang rakyatnya menjadi pelaku ekonomi, merumuskan masalah, melaksanakan kegiatan dan ikut menikmati dan melestarikan hasil pembangunan. Selanjtnya ditegaskan bahwa dalam ekonomikerakyatan memang terdapat keberpihakan terhadap akyat kecil, namun bukan dengan mematikan perusahaan besar.
Sehubungan dengan hal tersebut, Faisal basri menemukakan bahwa sistem ekonomi hanya mengenal dua bentuk yakni sistem ekonomi pasar dan ekonomi perencanaan. Sehingga dengan demikian setiap sistem ekonomi yang ada harus mengacu ke salah satu sistem tersebut.
Walaupun masih terdapat perbedaan pandangan tentang ekonomi kerakyatan, namun barangkali secara substansial ekonomi kerakyatan merupakan suaut model ideal bagi angsa Indonesaia. Dalam konsep ini seluruh rakyat menjadi subjek ekonomi, rakyat menjadi pelaku dan memperoleh kesempatan yang sama serta sama-sama meikmati hasil pembangunan. Pihak yang lemah harus dibantu untuk berkembang, tidak dibiarkan begitu saja, sedangkan pihak yang besar harus tetap besar dan perperan dalam bentuk kemitraan dengan perusahan kecil.

III. Ekonomi Kerakyatan dalam Era Globalisasi
Dengan adanya tuntutan untuk mengaktualkan kembali ekonomi kerakyatan, maka langkah berikutnya adalah untuk menentukan format serta aplikasinya. Barangkali ini merupakanlangkah terpenting dalam mewujdudkan suatu sistem ekonomi yang benar-benar sesuai dengan kondisi dan tuntutan bangsa Indonesia. Namun dalam tahapan ini kembali timbul keraguan apakah dan kekuatiran. Salah satunya adalah pemungkinan penyalahgunaan penerapannya hanya sekedar untuk tujuan politis penguasa. Namun bila diikuti dengan yang hanya tertuju kepada kepentingan rakyat, maka diharapkan akan mendapat dukungan luas dari masyarakat.
Sebagai suatu konsep, model ataupun sistem ekonomi kerakyatan tertentu membutuhkan pemikiran danperencanaan yang matang, sehingga dapat memenuhi tujuan-tujuannya. Yang pertama, konsep ini diharapkan dapa membantu bangsa Indonesia untuk keluar dari krisis multi dimensi seperti sekarang ini. Yang kedua, ekonomi kerakyatan akan mempercepat terjadinya pemerataan dan keadilan ekonomi, karena konsep ini melibatkan dan tertuju kepada masyarakat luas. Yang ketiga, dalam era globalisai seperti sekarang ini dibutuhkan adanya kekompakan komponen bangsa dalam berbagai sector kehidupan sehingga dapat membanguna dan bersaing dalam skala regional ataupun internasional.
Globalisasi menuntut suatu tingkat kompetisi yang sangat ketat segingga juga dibutuhkan suatu kompetensi yang handal. Walaupun pasal global berjalan sesuai dengan konsep ekonomi pasar, namun harus disadari bahwa sistem pasar tidak hanya terbatas pada tingkat permintaan dan penawaran seperti yang digambakan oleh Adam Smith beberapa abad yang lalu. Ekonomi pasar dalam era global lebih tetap seperti yang digambarkan oleh Kenichi Ohamae sebagai: “A bordeless economy, the workings of the market invisible hand have reach a strength beyond anything that Adam Smith could have ever imagine.”
Cakupan pasar dalam era globalisasi sudah begitu komplek dan sangat terkait dengan penguasaan teknologi, informasi, serta kemampuan skill dan manajemen. Untuk itu, ekonomi kerakyatan harus dikembankan menuju kea rah keunggulan kompetitif, bukan haya sekedar mengandalkan keunggulan komparatif.
Melalui generap Agreement on Tarrif and Trade (GATT) dan World Trade Organisation (WTO) dunia sudah memasuki suatu fase ekonomi yang tidak hanya terbatas pada perdagangan melainkan berkaitan dngan pelayanan dan penanaman modal (service and investment). Di satu pihak harus dicermati walaupun hal ini ditandai dengan cirri positif yakni perdagangan dunia yang lebih bebas, transparan dan adil, namun juga harus dicermati dengan baik akses akses yang ditimbulkan oleh sistem perdagangan dunia yang baru. Salah satu dampak yang timbul adalah negara industri berusaha untuk memperluas dan memperketat kontrol mereka terhadap ekonomi dunia pada umumnya dan ekonomi negara-negara ketiga.
Karena Indonesia sudah menjadi anggota WTO, maka mau tak mau Indonesia harus menerima segala kemanfaatan dan konsekwensinya. Untuk itu perlu diambil langkah dan strategi yang tepat agar tidak tenggelam dalam globalisasi. Harus dicermati sedemikian rupa setiap langkah yang diambil sehingga Indonesia tidak hanya menjadi objek dalam ekonomi global. Penelitian membuktikan bahwa penanaman modal asing misalnya dianggap sebagai obat mujarab dalam menggerakkan pembangunan, kadangkala dapat menjadi beban berat pembangunan itu sendiri. Modal asing yang masuk telah diikuti dengan arus modal keluar yang lebih besar untuk melayani msuk modal asing tersebut.
Bersamaan dengan persoalan ekonomi terkait juga persoalan lain seperti masalah politk, penegakan hukumserta sosial dan lingkungan. Persoalan politk seperti demokratisasi dan hak asasi manusia sangat erat kaitannya dengan ekonomi, sehingga pembangunan bidang-bidang tersebut tidak dapat dikesampingkan seperti yang diterapkan oleh Orde Baru. Pembangunan berwawasan lingkungan akan dapat memberikan kesan terhadap suatu produk sehingga dapat mempengaruhi pemasaran, serta akan lebih dapat sejalan dengan kondisi masyarakat. Semua bidang tersebut harus terintegrasi dengan pengembangan ekonomi kerakyatan.
Persoalan politk seperti demokratisasi, otonomi daerah dan penegakan hak asasi manusia sangat berpengaruh terhadap kelangsungan aktivitas perekonomian. Situasi politk yang tidak sabil jelas akan mempengaruhi aktivitas produksi , distribusi barang dan jasa serta sangat berpengaruhk terhadap masuknya modal asing. Bila instabilitas berlangsung untuk waktu ang cukup lama, mustahil perekonomian suatu negara akan berkembang.
Persoaln hukum danpenegakan hukum tidak kalah penting dalam perekonmian global. Suatu negara dengan aturan hukum yang tidka jelas apalagi penegakan hukum yang tidak pasti jelas akan akan gtersisik dalam percaturan ekonomi dunia.Setiap aktivitas perekonomian membutuhkan aturan hukum dan penegakan hukum yang pasti, terprediksi dan konsisten. Langkah yang sudah ditempuh seperti dengan undang-undang Kepailitas, Perbankan, dan perlindungan consume perlu diikuti dengan perbaikan undang-undang tentang investasi dan peraturan lainnya. Namun dalam pembentukan aturan hukum hendaknya tidak dengan buta mengikuti tuntutan asing yang sangat protektif terhadap kepentingan sendiri. Aturan-aturan yang ada hendaknta tetap mengakomodasi kepentingan ekonomi rakyat karena dalam kerangka GATT dan WTO tetap terbuka untuk mengeluarkan aturan yang bersifat eksepsional.
Malalag lingkunagn hidup merupakab bagian dari agenda ekonomi global. Negara-negara maju selalu mengkaitkan issu-isu lingkungan dengan produk sehingga kadang dianggap sebagai alat untuk menghadapi ekonmi berkembang. Bagi Negara Indonesia hal merupakan suatu dilemma karena di satu pihak sangat membutuhkan sumber daya alam dalam melaksanakan pembanunan sementara di pihak lain lingkungan juga membutuhkan perlindungan untuk keselamatan manusia dan pembangunan itu sendiri. Kalau lingkungan rusak, maka pembangunan itu sendiri tidak akan berarti karena dapat membahayakan kehidupan bersama. Untuk itu aspek-aspek perlindungan lingkungan hidup selalu menjadi perhatian dalam kegiatan ekonomi. Hal ini dilakukan bukan untuk memenuhi tuntutan global melainkan untuk kepentingan sendiri, sekarang dan yang akan datang.
Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut kiranya perlu dilakukan beberapa langkah penting. Yang pertama, peningkatan taraf pendidikan bagi seluruh rakyat. Bidnag pendidikan harus dipacu untuk mengejar penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sangat tinggi keterkaotannya dengan Sumber daya Manusia. Upaya ini perlu didukung pleh peningkatan anggaran pendidikan. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa anggaran sector pendidikan dalam APBN di bawah 10% jauh di bawah anggran negara lain, misalnya Malaysia yang mencapai 21%. Walaupun melalui Amendemen Ke-empat UUD 1945 anggaran pendidikan sudah mencapai 20%, namun kemauan pemerintah untuk mewujudkannya berum dapat direalisasikan, sehingga masih membutuhkan beberapa tahun lagi untuk mengejar ketingalan tersebut.
Kedua, perlu adanya keperpihakan yang jelas kepada ekonomi rendah, tentu saja bukan dalam konsep belas kasihan melainkan dalam bentuk akutabilitas atau peranggungjawaban. Dalam konteks politik kebijakan pemerintah disebut pemberdayaan, namun tidak dalam bentuk yang sekarang ini seperti bantuan langsung tunai. Program ini kurang mendidik dan tidak melahirkan mutiflier effect dalam ekonomi, karena biasanya hal itu digunakan untuk kebutuhan konsumsi. Yang dibutuhkan sebnarnya adalah bantuan untuk peningkatan kemampuan dan potensi ekonomi ekonomi lebah dalam bentuka permodalan, peingkatan skill dan manajemen serta peningkatan peluang pemasaran.
Ketiga perlu adanya peningaktan research dan development terhadap teknologi tepat guna agar proses prodeksi dapat dijalankan sesuai dengan potensi yang ada . Proses produksi yang efisien dan ramah lingkungan akan menambah daya saing produk serta dapat menghemat sumber daya alam. Teknologi tepat guna juga akan megurangi biaya dan ketergantungan pada teknologi asing.
Pengembangan ekonomi kerakyatan bagaimanapun harus tetap sejalan dengan ekonomi pasar. Pendekatan dengan memberikan proteksi yang berlebihan tanpa adanya akuntabilitas hanya akan melahirkan beban pada perekonomian negara. Sebaliknya pemberian fasilitas dengan pertanggngawaban yang jelas akan lebih mendidik serta menimbulkan kemampuan untuk berkembang. Dengan erciptanya kelas ekonomi menengah dan kecil yang tanggung yang berdampingan dengan usaha besar yang kokoh akan membantu terciptany pemerataan kemakmuran dan keadilan. Yang terpenting lagi kondisi ini akan memperkokoh persatuan dan kesatuan antar komponen bangsa.
Selain melakukan pemberdayaan atas usaha kecil dan menengah harus juga dipertimbangkan untuk mengembangkan sector ekonomi yang benar-benar menjamin keunggulan dibanding dengan negara lainnya. Dengan demikian harus ada pilihan penekanan kepada sector ekonomi yang benar-benar menjamin keunggulan tersebut. Salah satunya adalah sector yang melibatkan ekonomi kecil dan menengah.
Menurut Gumbiro Said pengembangan sector pertanian, agribisnis dan agroindustri akan sangat menunjang program ekonomi kerakyatan. Terdapat beberapa argumentasi bahwa sector-sektor ini sangat sejalan dengan konsep ekonomi kerakyatan. Yang pertama, merupakan harapan dalam pengadaan pangan non-impor. Kedua merupakan sector-sektor yang angkatan kerja yang besar sehingga mengurani penganguran sekaligus mengurangi potensi gangguan keamanan dan politis. Ketiga bidang ini dapat menjamin pengembangan wilayah secara merata, karena kondisi ekonomi agraris sangat mendung sector ini. Keempat pengembangan sector-sektor ini mampu mendukung pertumbuhan usaha kecil, menengah, koperasi serta usaha informal lainnya.

IV. Penutup
Krisis ekonomi yang sampai sekarang masih belum tertanggulangi dan melahirkan berbagai dampak bagi kehidupan telah memberikan pelajran bagaiman menyusun dan menyelenggarakan perekonomian negara secara baik dan benar. Pengalaman Orde Baru sudah menunjukkan bawha strategi pembangunan yang terlalu bertumpu kepada pertumbuhan telah melahirkan berbagi konsekwensi, tidak hanya di bidang ekonomi, tapi juga sosial, politik dan keamanan.
Demokrasi ekonomi yang dilandasi ekonomi kerakyatan seperti yang diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945 belum dapat diwujudkan dan dijadikan dasar dalam menata dan melaksanakan pembangunan di Indonesia. Ekonomi kerakyatan yang menjadi inti dan ciri perekonomian Indonesia masih dalam bentuk slogan dan tawar menawar politik.
Ekonomi kerakyatan sebagai pilihan sistem ekonomi bagia bangsa Indonesia harus menjadi suatu sistem dalam penyelengaraan perekonomi, tidak hanya sebagai program yang parsial melainkan menyeluruh, terprogram dan terintegrasi dengan baik dengan berbagai sector lainnya. Krisi ekonomi seudah meberi dasar empiris bahwa ternyata ekonomi kerakyatan lebih tanggung untuk menghadapi gejolak perekonomian dunia. Hendaknya perlu dihindari perdebatan tentang konsep ekonomi kerakyatan melainkan lebih diarahkan pada pengembangan dan penerapan substansi, strategi serta langkah-langkah konkrit dalam mewujudkan cita-cita ekonomi kerakyatan.
Dalam suasana globalisasi pilihan ekonomi kerakyatan merupakan pilihan yang tepat untuk menghadali tantangan global nanun tetap dilaksanakan selaran sengan konsep ekonomi pasar dengan mengedepankan akuntabilitas, persamaan, transparansi dan keadilan. Pembangunan ekonomi yang lebih berpihak kepada ekonomi kecil dan menengah tetap harus terkait dengan pembanguna sector lainnya seperti politik, hukum, sosail dan budaya. Tanpa keterkaitan tersebut sulit diharapkan Indonesia akan survive dalam persaingan global. Kembali kepada cita-cita ekonomi kerakyatan merupakan pilihan untuk betap exis dalam era globalisasi sekarang ini.


Daftar Pustaka
Arief, Sritua. Sasoni, Adi. Beban Utang Luar Negeri dan Ekonomi . UI Press, jakata, 1997
Dahl, Robert A. Demokrasi ekonomi Sebuah Pengantar, Terjemahan A Setiawan Abdi, Yayasan Obor, Jakarta, 1995
Khor Kok Peng, Martin, Imperialisme Ekonomi Baru, Putaran Uruguay dan Kedaulatan Dunia Ketiga, Gramedia, Jakarta, 1995
Gie, Kwik Kian. Praktek Bisnis dan Orientasi Ekonomi Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1996
Majid, Abdul dan Swasono, Sri edi, Wawasan Ekonomi Pancasila, UI Press, Jakarta, 1987
Ohamae, Kenichi. The end of the Nation State, The Free Press, New York, 1995
Redwood, Jhon. Kapitalisme Rakyat, Terjemahan: Zoelkifli Kasip, Grafitti Press, 1990
Schumpeter, E.F. Kecil Itu Indah, Terjemahan S Soepomo, LP3ES Jakarta 1980
Sjahris, Analisi Ekonomi Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1991
Suroso, PC. Perekonoman Indonesia,Buku Pedoman Mahasiswa, Gramedia, Jakarta, 1996
Susemo, HG. Ekonomi Indonesia, Peluang dan Tantangan dalam era Liberalisasi, Kanisius, Yograkarta, 1997

Minggu, 03 Oktober 2010